TUGAS ISD II



A.
RUU Pilkada
Jaringan Aksi Masyarakat Kendal (Jamak) Jawa Tengah menggelar aksi penolakan RUU Pilkada di Gedung DPRD Kendal, Kamis (18/9/2014). Aksi dimulai dari depan RSUD Suwondo Kendal berjalan kaki menuju gedung DPRD.

Sambil berjalan, peserta aksi yang semuanya menggunakan topeng itu melakukan orasi sambil membagi-bagi selebaran berisi penolakan RUU Pilkada kepada masyarakat. Sesampai di gedung wakil rakyat tersebut, peserta aksi kemudian melempari gedung DPRD Kendal dengan tomat busuk.

Menurut koordinator aksi, Misrin, pelemparan tomat busuk ke gedung DPRD sebagai simbol ketidakpercayaan rakyat kepada wakilnya apabila pilkada digelar secara tidak langsung.

“Kami ingin Pilkada berjalan secara langsung dan menolak RUU Pilkada tidak langsung,” katanya.

Misrin menjelaskan bahwa pemilihan dalam amanat reformasi 1998, bangsa Indonesia disebutkan harus membuka ruang-ruang politik bagi masyarakat. Salah satunya, melakukan pemilihan-pemilihan umum, termasuk kepala daerah secara langsung, bebas dan rahasia.

“Tapi anehnya, pemilihan langsung dalam Pilkada, akan diganti dengan tidak langsung dan kepala daerah dipilih oleh DPRD,” ujarnya.

Untuk itu, Misrin menambahkan, RUU Pilkada yang diajukan oleh Komisi II DPR RI, adalah pembodohan demokrasi. Misrin meminta kepada rakyat, supaya bersatu, melawan, menuntut hak sipil dan politik rakyat, sesuai dengan komitmen pemerintah Indonesia.

“Rakyat harus bersatu, menolak RUU Pilkada,” teriaknya.

Aksi yang dijaga oleh polisi berjalan dengan tertib, meskipun semua anggota DPRD Kendal tidak ada yang menemui, karena sedang Bintek di luar kota.

Sementara itu Keputusan Fraksi Partai Demokrat walkout dalam sidang paripurna pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada), Jumat (26/9/2014) dini hari, membuat Fraksi PDI Perjuangan panik.

Ketua Fraksi PDI-P Puan Maharani langsung meminta waktu berkoordinasi pada pimpinan sidang paripurna tak lama setelah ratusan anggota Fraksi Partai Demokrat meninggalkan ruang sidang.

"Mbak Puan meminta waktu 15 menit, sidang kembali saya skors. Berapa pun waktu yang diminta Mbak Puan akan saya berikan," kata Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso yang memimpin sidang paripurna, Jumat dini hari.

Puan langsung berbincang dengan sejumlah anggota fraksinya dan sejumlah pimpinan fraksi pendukung pilkada langsung. Pembicaraan berlanjut sekitar 10 menit. Setelah itu, Priyo mencabut masa skors dan melanjutkan siding . (sumber:Kompas.com)

B.
Menurut saya RUU Pilkada yang menyatakan bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD itu merenggut hak rakyat. Selain itu RUU Pilkada tersebut juga tidak sesuai dengan Sistem pemerintahan kita yang menganut Sistem Pemerintahan Demokrasi.Dimana Presiden , Kepala Daerah, dan Anggota DPR dipilih langsung oleh rakyat. Banyak rakyat Indonesia yang tidak setuju dengan RUU tersebut.Karena mereka merasa hak pilih nya direnggut. Kamis 25 September 2014 kemarin merupakan pengesahan RUU Pilkada tersebut. Yang menjadi perhatian masyarakat adalah pengesahan RUU dilakukan tanpa adanya persetujuan/tanda tangan dari Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono karena beliau sedang berada di luar negri. Jelas ini merupakan suatu pelanggaran.  Hal ini kembali mengingatkan kita ke jaman Orde Baru dimana kepala daerah dipilih oleh DPR. Menurut saya ini merupakan kemunduran demokrasi di Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manajemen Layanan Sistem Informasi

Masa Depan Cemerlang Bersama Astra International

Tugas PBO 1 - Class Diagram dan Use Case Path